Kamis, 23 Desember 2010

MEMULIAKAN KEMBALI PEKERJAAN KITA

Ada seorang lelaki tua berusia 60 tahun, bekerja sebagai petugas pengecek engsel pintu pada sebuah hotel di Singapura. Lelaki itu sering disapa dengan Pak Lim. Setiap hari ia memeriksa engsel pintu dengan teliti. Untuk mengecek satu pintu saja Pak Lim berulang kali membuka dan menutup pintu tersebut dengan memastikan engsel masih berfungsi dengan baik. Setiap hari Pak Lim memeriksa sati pintu ke pintu lain. Jika Pak Lim mulai memeriksa pintu pertama di tanggal satu, maka pada akhir bulan ia harus sudah memeriksa pintu kamar terakhir dan esok harinya ia memulai kembali mengecek engsel dari pintu pertama. Begitu ia bekerja setiap hari selama bertahun-tahun.
Suatu hari, seorang bertanya kepadanya mengapa harus melakukan itu. Pak Lim mengatakan bahwa pekerjaannya bukanlah sekedar memeriksa engsel, tapi lebih dari itu. “Tamu-tamu di Hotel ini adalah Kepala keluarga, CEO sebuah perusahaan, Direktur dan Manajer senior. Jika Tuhan berkehendak, hotel ini mengalami kebakaran dan beberapa tamu tidak selamat karena engsel pintu yang rusak, bayangkan! Yang mengalami kerugian tidak hanya pihak hotel, tetapi banyak orang yang akan kehilangan sosok kepala keluarga yang menafkahi, atau karyawan yang kehilangan pimpinan,” Ujar Pak Lim. Sebuah jawaban yang mungkin akan membuat kita tercengang mendengarnya.

Pekerjaan itu sesungguhnya tidak ada yang lebih istimewa dari yang lain meskipun secara kasat mata orang-orang menilai sebagian pekerjaan itu adalah rendah, tak layak atau hina. Tetapi bagi yang memuliakan pekerjaannya, maka sesuatau yang tampak rendah bisa menjadi mulia. Begitu pula sebaliknya, pekerjaan yang terlihat mulia bisa menimbulkan antipati bagi orang lain jika orang yang melakukannya tidak bertanggung jawab dan melakukan banyak kecurangan serta kesalahan.
Perlahan namun pasti, bahwa memuliakan pekerjaan harus dikembalikan kepada prinsip-prinsip yang lebih mendasar. Dengan begitu, kemudian kita mengenal bahwa soal pekerjaan dalam Islam tidak semata apakah seseorang punya kesibukan, pekerjaan rutin, lalu mendapat upah. Tapi pekerjaan adalah bagian tak terpisahkan dari urusan keislaman kita juga. Ada 3 prinsip utama yang dipakai Islam terkait dengan pekerjaan, yakni :

1. Prinsip Pembalasan
Maksudnya, bahwa dalam Islam setiap pekerjaan yang dilakukan manusia akan mendapat pembalasan dari Allah SWT di Akherat kelak. Dengan meyakini bahwa setiap pekerjaan akan dibalas oleh Allah di Akherat kelak, maka kita didorong untuk menjadi orang yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang kita lakukan. Allah berfirman : “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (Q.S. An-Najm : 39-41).

2. Prinsip Kemudahan
Maksudnya, bahwa setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan potensi, bakat, kecenderungan dan juga apa yang ia geluti dari waktu ke waktu hingga menjadi sebuah keahlian. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, “Katakanlah, tiap-tiap orang bekerja menurut keadaannya masing-masing.” (Q.S. Al Isra : 84)
Prinsip ini merupakan landasan untuk melahirkan apa yang disebut dengan kesadaran profesional. Artinya, setiap orang pada dasarnya memiliki bahan atau potensi didalam diri yang membuat dia bisa bekerja dan menekuni profesi atau keahlian tertentu. Kesadaran profesional itulah yang disebut dengan itqan atau ihsan dalam Islam. Artinya seseorang bekerja dengan keahlian yang maksimal, dengan kualitas yang maksimal.

3. Prinsip Kemanfaatan
Maksudnya, bahwa dalam Islam kita didorong untuk memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan sesama. Seperti yang dijelaskan Rasulullah dalam haditsnya, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.” Dalam hal ini, kita merasa berarti atau tidak berarti dipengaruhi oleh apakah kita merasakan bahwa ada manfaat yang bisa kita berikan kepada orang lain dari pekerjaan kita. Ini yang disebut dengan prinsip kemanfaatan malahirkan kesadaran peran.

Apapun jenisnya, setiap pekerjaan punya masa semangatnya, juga punya masa jenuhnya. Setiap pekerjaan punya saat mudahnya, juga punya saat sulitnya. Ya, bekerja tidak sekedar membanting tulang atau menguras keringat. Bagi kita, bekerja adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran agama kita. Kesadaran inilah sebenarnya pilar penting kita dalam memuliakan pekerjaan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar